Tepat 20 Oktober 2013 ini Transmusi menerapkan kebijakan baru, yakni pengurangan durasi transit menjadi satu jam, sebelumnya warga pemilik SmartCard dapat menikmati layanan transit 2 jam yang berarti selama dua jam warga bebas menaiki transmusi tanpa perlu membayar lagi setelah saldo smartcardnya dipotong Rp 4500.
Lalu apa yang menjadi masalahnya?
Palembang kini sudah tak seperti Palembang yang kita lihat jamankan dulu, Palembang memiliki masalah yang relatif sama dimiliki kebanyakan kota besar di Indonesia saat ini, Ya Macet. Jarak tempuh dan waktu tempuh kini tak berimbang lagi, kalau dulu saya dari rumah ke Kampus dapat ditempuh dengan 45 menit dengan kendaraan umum, sekarang waktu tempuh sampai dua kalipat lebih. saya bisa dijalan selama 1,5jam bahkan di jam sibuk bisa sampai 2 jam.
Bahkan saat saya menguji waktu tempuh KM12-Ampera (tanpa transit) sekitar pukul 10:00 (bukan jam sibuk) saya telah menghabiskan waktu selama 1jam 4menit. lalu jika anda menunggu di Halte Transit berapa lama bus akan datang? jawabannya beragam ada yang bilang sampai setengah jam, tapi rata-rata saya menunggu 10-15 menit dihalte samping masjid agung atau monpera. lalu bagaimana nasib mereka yang melalui rute yang lebih sulit misal (dari Kertapati/Plaju menuju Sako) yang sampai harus 2-3 kali transit?
Jadi Bijakkah durasi transit menjadi 1 jam?
Tapi agaknya percuma kita mengkritisi terus menurus transmusi ini, Tak akan didengar.
Di halaman facebook Transmusi tertanggal 17 oktober iya membuat pengumman tentang kebijakan baru
adakah yang aneh? jika kita meruntut postingan transmusi sebelumnya, ini pertama kalinya Transmusi menggunakan huruf kapital secara keseluruhan. hal ini saya baca sebagai wujud depresi transmusi yang terpaksa membuat kebijakan ini. Ini penanda keputusan final yang tak bisa diganggu gugat lagi. kecuali mereka diberi subsidi.
Maksud hati ingin menegaskan kembali kebijakan tersebut hari ini, transmusi justru menunjukkan rencana gelapnya
bukan menuliskan 1 jam justru transmusi memposting gambar 1/2 hour (Setengah Jam).akankah mereka menurunkan waktu durasi menjadi 1/2 jam lagi? lalu apa maksud warna merah? Api?
Warna merah dan api menandakan amarah, bahaya. kewaspadaan, atau sesuatu yang buruk akan terajadi. Tapi saya membaca lebih lanjut setiap postingan agaknya mereka cenderung memprovokasi masyarakat.
Seperti kata "seharusnya durasi transit itu dimanfaatkan hanya untuk transit, bukan untuk jalan-jalan"
etiskah kebebasan warga menghabiskan saldonya untuk jalan-jalan di kritisi? bukankah sebagai pengguna kita bebas memanfaatkan uang kita apakah untuk transit atau jalan-jalan? tak ada pelanggaraan masyarakat terhadap sistem yang dibuat.
Justru perkataan ini menjadi bumerang bagi transmusi, karena diawal peluncuran smartcard mereka sendiri yang menawarkan benefit/keuntungan dari memiliki smartcard itu, salah satunya durasi transit yang dapat dimanfaatkan masyarakat seperti untuk berjalan-jalan , berbelanja atau naik dari halte mana saja selama durasi transit berlangsung. bahkan sempat saya mendapati seorang pramugara yang menganalogikan memiliki smartcard sama seperti menginvestasikan emas hahaha(super pinter). sampai mereka sama seperti calo-calo terminal membujuk pelanggan untuk memiliki lebih dari 1 kartu, bahkan menganjurkan untuk dikoleksi?
Apa yang sebenarnya terjadi? mengapa Transmusi terlihat kacau sekali
mereka salalu berkilah dua hal, pertama BBM Naik, dan kedua Transmusi adalah satu-satunya BRT yang tidak disubsidi pemerintah.
Lebih parah dari itu, ini soal politik dan keuntungan sejumlah pihak.
Tanggal 9 September lalu transmusi yang belum satu bulan menaikkan tarif transmusi dari Rp 4000 menjadi Rp 4500 membuat penguman bahwa awal oktober mereka hendak menaikan tarif kembali menjadi Rp5000. Tapi kenapa kebijakan yang lain muncul?
mereka telah menghitung, ketimbang menaikkan tarif menjadi Rp5000 menurunkan durasi transit menjadi 1 jam jauh lebih menguntungkan karena akan banyak pengguna yang kena Jebakan Durasi Transit (istilah ini saya buat untuk menggambarkan mereka yang akan membayar Rp 9000 karena habis durasi transitnya) akibat penurunan durasi transit ini.
Mengapa Transmusi tega malakukan itu kepada kita.
menurut analisis dangkal saya seperti ini.
Transmusi dibuat berkat regulasi dari walikota sebelumnya Eddy Santana. Transmusi digambarkan sebagai salah satu contoh kemajuan kota Palembang. Sedangkan yang menjadi walikota sekarang adalah Romi Herton yang sebelumnya adalah wakil walikota bersama Eddy. Namun Eddy Santana kalah suara saat mencalonkan diri menjadi Gubernur, suara di Sumsel Bahkan di Palembang cenderung memilih dua besar alex nurdin dan herman deru, karena popularitas Eddy yang kurang Romi Herton justru cenderung memihak Alex Nurdin Gubernur Incumbent, seolah berkhianat kepada Eddy Santana.
Ingatkah kisruh pilkada Palembang kemarin, ya Sarimuda menang tipis, namun Kubu Romi banding ke MK, dan Romi dimenangkan lewat MK, kala itu yang menjadi hakim sengketa pilkada ini adalah Akil Mochtar saat ini terjerat kasus suap, beberapa kecurangan sengketa pilkada.
Romi herton mulai mencopot satu persatu pejabat pemkot peninggalan Eddy Santana. salah satunya Direktur PT SP2J yang membawahi Transmusi. Namun tak memberi solosi yang baik untuk transmusi, beberapa kali diajukan subsidi namun ditolak juga, bahkan sempat diancam ingin dipailitkan karena terus merugi.
Transmusi merasa penyebabnya adalah karena mereka bergabung bersama SP2J. dan kini transmusi berniat ingin berdiri sendiri. terlepas dari PT SP2J.
kalau begitu apa artinya ini?
Bukankah transmusi milik kita? milik pemerintah? milik warga?. sayangnya bukan.
Transmusi bukan seperti kendaraan BRT di kota-kota lain yang dimiliki pemerintah, pemerintah hanya meregulasi dan memanfaatkannya saja. ibarat simbiosis mutalisme. Sedangkan sejak dari awal Transmusi adalah milik #KAPITALIS. aspek yang terpenting bagi mereka adalah keuntungan sebesar-besarnya. bukan pelayanan yang baik dan ideal.
ah sekian.